Jelang libur hari raya Nyepi tanggal 31 Maret 2014 yang jatuh pada hari Senin saya berniat pulang kampung. “Libur tiga hari berturut-turut kali ini lumayan juga buat mudik untuk bertemu orang tua, saudara dan kawan-kawan,” pikirku. Setelah berbagai pertimbangan dan alasan perjalanan kali ini saya putuskan untuk menggunakan bus malam pergi-pulang (PP), karena terakhir naik bus malam adalah tahun 2012 awal, setelah itu mudik dengan kereta api dan pesawat. Mengingat perjalanan yang lumayan lama kalau menggunakan transportasi darat untuk sampai dikampung yaitu sekira 15 jam jika naik bus, untuk kereta api sekira 9 jam.
Bus malam selalu punya daya tarik tersendiri buat saya terutama goyangannya untuk perjalanan mudik kecuali saat lebaran idul fitri hehe… Niat saya berangkat Jum’at tanggal 28 Maret, maka seminggu sebelumnya saya sudah mencari-cari info PO bus yang rekomend buat menemani perjalanan. Biasanya bus yang saya gunakan adalah yang melewati jalur utara (Semarang-Kudus-Purwodadi/Rembang-Blora-Cepu/Bojonegoro) ada PO. Pahala Kencana, Nusantara, Lorena atau yang lewat selatan (Solo-Ngawi) menggunakan Rosalia Indah. Nah untuk perjalanan mudik dari Jakarta kali ini saya mau mencoba menggunakan PO bus yang lain karena saat ini ada PO bus baru yang ngelen ke Cepu/Bojonegoro. Bukan baru sebenernya (mulai ngelendidaerah saya sekira tahun 2011/2012) tetapi saya belum pernah menggunakannya hehe.. ada PO. Haryanto (HR), PO. Zentrum (TZ) pas mau balik saya juga lihat PO. Madu Kismo melintas di Cepu.
Survey PO
Setelah banyak baca tulisan pengalaman beberapa travelers yang punya banyak cerita-cerita seru saat touring, empat hari sebelum hari-H saya putuskan untuk huntingtiket ke terminal Lebak Bulus. Pilihan saya tujukan pada PO. Haryanto walaupun sebenernya ingin naik PO. Nusantara karena pelayanan agen penjualan tiket saat saya tanya via SMS dan facebook dijawab dengan respon yang baik, sedangkan agen tiket PO. Haryanto tidak memberikan respon balik saat saya SMS nanya ketersediaan tiket. Selain karena belum pernah naik bus Haryanto juga karena naik busnya bisa dari Stadion Lebak Bulus yang relatif lebih dekat dari kantor, sedangkan bus Nusantara kalau tidak salah harus naik dari agen Ciputat atau Terminal Kampung Rambutan yang lebih jauh karena tempat kerja saya di bilangan Sudirman
Terminal Lebak Bulus
Selasa 25 Maret saat istirahat jam kerja saya mohon ijin keluar kantor menuju terminal Lebak Bulus untuk memesan tiket dengan harapan mendapat hot seat perjalanan tanggal 28 Maret. Setelah terminal bus AKAP resmi ditutup, terlihat masih banyak agen yang berjualan tiket di loket biasanya. Tidak banyak lagi pegawai agen yang langsung menyambut saat saya parkir, tak ada lagi petugas peron yang menarik retribusi seperti dulu, area tampak sepi. Saat saya tiba hanya ada dua orang agen bus yang tanya-tanya saya mau kemana? naik apa? saya jawab naik bus Haryanto, orang tersebut langsung menyerah. Sambil menuju loket terlihat beberapa PO bus masih melayani penjualan tiket di terminal lebak bulus tetapi naik busnya mungkin tidak dari terminal. Sampai di loket bus Haryanto ternyata loketnya kosong, saya tanya agen disebelah katanya yang buka agen Haryanto di bagian paling pojok, loket bagian tengah telah ditinggalkan. Langsung saja saya ngeloyor ke pojokan yang gelap, kusam dibalik awan gelap hehe lebay ya… Begitu tiba didepan loket mbak yang jaga lagi telepon, menunggu sebentar akhirnya, “tanggal 28 masih ada nggak ke Cepu,” tanyaku. “Masih, untuk berapa orang,” tanya mbak loket. Aku hanya pesan untuk sendiri saja, kemudian mbaknya ngasi denah kursi dan woooww.. ternyata masih terbilang kosong, hanya terlihat beberapa tanda silang sekitar tiga atau empat kursi yang telah dipesan, itupun kursi yang posisi agak tengah.
Hot Seat aman pikirku, akhirnya aku pesan kursi nomor 1 deretan penumpang depan sebelah kiri, kalau di beberapa bus lain biasanya nomor 1A, tetapi begitu aku tanya berangkat jam berapa? ternyata bus berangkatnya pukul 15.30 dan berkumpul pukul 15.00, itu berarti saya harus ijin pulang pukul 14.00 agar sampai ke Lebak Bulus tepat waktu. Hampir saja saya tak jadi pesan karena bus berangkatnya terlalu awal buat saya yang harus pulang kerja hari Jum’at jam 16.30 WIB. “Kenapa gak berangkat jam empat atau setengah lima?” tanyaku menawar, kata mbaknya takutnya macet karena liburan panjang dan saat berangkat nanti langsung ke stadion Lebak Bulus karena disanalah ‘Haryanto’ menunggu. Berpikir sebentar, akhir kuputuskan pesan saja daripada hot seat hilang. Harga tiket untuk tanggal tersebut mengalami kenaikan akibat libur panjang, sehingga saya hanya diminta bayar DP sebagai tanda jadi sejumlah 50.ooo rupiah karena harga belum pasti berapa. Ahh.. kenapa bayar lima puluh ribu? kenapa tidak dua puluh ribu saja? kalau seandainya saya tak jadi berangkat atau ketinggalan bisa rugi banyak. Tapi ya sudahlah…. Setelah itu saya hubungi saudara di kampung untuk memesankan tiket bus balik ke Jakarta tanggal 30 Maret.
Hari-H
Hari Jum’at 28 Maret, berbekal baju secukupnya berangkat ngantor naik taksi (biasanya pakai motor) karena rencana nanti ijin dari kantor langsung ke Stadion Lebak Bulus. Pekerjaan hari itu mesti segera saya selesaikan, saya sudah ijin kepada bos hari itu untuk pulang cepat sekira pukul 14.30 karena akan mudik menggunakan bus pukul 15.30 bahkan bos menyarankan berangkat dari kantor pukul 14.00 agar tidak terlambat, bos saya mengijinkan dengan ikhlas (bos yang baik selalu paham hal seperti ini). Ternyata pekerjaan baru kelar jam dua seperempat, berangkat jam setengah tiga persis seperti yang saya perkirakan. Langsung naik taksi dari depan kantor lancar sampai awal masuk Jalan Radio Dalam, begitu sampai pertengahan langsung terjebak macet dan merayap, sampai pertigaan Jalan Haji Nawi-Margaguna sudah pukul 15.15 dan saya putuskan untuk turun dan berganti naik ojek karena jalanan begitu macet. Beruntunglah ada satu tukang ojek di pangkalan, dia minta 30 ribu untuk sampai ke lebak bulus (biasanya sekira 15 ribu) saya setuju tanpa nawar tapi dengan syarat harus cepat sampai stadion. Ojek berjalan selap-selip mepet disela mobil yang macet. Benar, ternyata kemacetan sampai lampu merah Pondok Indah yang sudah dekat stadion. Tiba di stadion pukul 15.28, wah dua menit lagi, saya buru-buru melangkah dalam area parkir stadion, syukurlah Haryanto belum berangkat masih menunggu beberapa calon penumpang yang belum tiba.
Langsung menuju petugas tiket untuk menebus kekurangan harga tiket pas pesan hari Selasa lalu. Libur panjang kali ini tiket Haryanto naik menjadi Rp. 210.000, saya kurang tahu harga normalnya berapa yang jelas dibawah harga libur panjang, mungkin sekitar 170 ribu - 190 ribu dan saya lupa bertanya. Bus Haryanto HR-64: The Red Titans = Walther, Hino RK8 Jetbus HD. Penumpang dari LB sudah lengkap dan bus diberangkatkan tepat pukul 16.00 dengan dua orang crew, sopir pinggir dan kenek. Bus bergerak keluar pelataran stadion dengan langkah yang lambat masuk gerbang tol Pondok Pinang, begitu diruas tol JORR terus berjalan pelan sampai disalip saudaranya Haryanto HR-112, Bejeu, Raya, dan lain-lain menuju agen Haryanto Cikarang pukul 18.00 yang macet disertai hujan deras. Setelah menaikan enam penumpang kembali bus berjalan lambat sampai saya tertidur karena gak semangat dgn perjalanan sore itu, tak lama bangun sampailah di restoran RM. Haryanto Jl. Raya PatokBeusi untuk makan malam sekira pukul 20.00 WIB. Menu malam itu adalah paket nasi, sayur asem, lauk ayam goreng tepung, dan soto tinggal pilih salah satu. Karena lapar yang luar biasa akhirnya saya pilih nasi sayur asem dengan porsi jumbo laper beraaat.. Selesai makan terlihat sudah ada HR-100 Streetfire, livery orange, dan beberapa saya tak begitu memperhatikan.
Sopir Tengah
Sekira setengah jam istirahat makan kami lanjutkan perjalanan dengan sopir tengah dengan pembawaan halus, tak lama keluar dari restoran langsung dihadang macet didaerah Sukra, aksi goyang kanan (mengambil jalur kanan dan berlawanan arah) pun dilakukan oleh bus-bus ini, dibuka oleh Bejeu dibelakangnya ada Handoyo, Haryanto, Raya, Pahala Kencana, Mulyo Indah dan bererot lagi dibelakang yang akhirnya malah terjebak karena didepan ada Polantas. Hampir 20 menit terjebak dan diam, polisi mendekat dan sang kenek turun untuk memberi salam-tempel untuk memperlancar arus dan bus kembali ke jalan yang benar hehe… Lelah, akhirnya saya tertidur lagi, bangun sudah tiba di Cirebon tepatnya di tol Plumbon (Palimanan-Kanci) sopir membawa dengan kecepatan rata-rata 100 km/jam. Makin lama sepertinya sopir sudah mulai panas, sampai Ciperna telah melewati beberapa bus diantaranya Pahala Kencana, Raya, Rajawali, Garuda Mas, Rosalia Indah saya lihat jarum menunjuk angka 116 km/jam, beberapa saat bus menepi berhenti di rest area untuk memberikan bekal pada saudaranya yang mengalami kerusakan. Sampai didaerah pekalongan terlihat iring-iringan bus Santoso, Pahala Kencana, Rosin SE 401, dua Rajawali, Ramayanan, Nusantara, dan Rosin 384.
Iring-iringan dipimpin dengan gagah oleh Rosin 384, jalan yang sempit memang membutuhkan skill yang tinggi untuk mendahului sebab banyak pengendara motor dijalur kiri. Setelah mepet iringan ini sopir tengah HR-64 menunjukkan skill-nya, korban pertamanya adalah Santoso, kemudian Pahala Kencana livery biru, Rosin SE 401, di over take dengan mudah. Sampai lampu merah berhenti, tiba-tiba dari sebelah kanan ngeblong Madu Kismo dan duo Rajawali.
Perang masih berlanjut(persaingan antara Pemalang-Pekalongan-Batang), setelah lampu hijau Madu Kismo dan duo Rajawali menyeruak kedepan mendahului Ramayana yang terkesan melambat dan berhasil kami aover take dengan mudah. Duo Rajawali ini ternyata tak mudah menyerah, mereka masih gigih memberikan perlawanan, didepan sempat saya lihat Madu Kismo berhasil mengambil alih posisi Nusantara dibelakang Rosin 384. Keangkuhan duo Rajawali berhasil kita patahkan, jalur sempit daerah Pemalang mengandaskan dominasi sementara meraka. Bus yang saya tunggu terlihat didepan kami Nusantara dengan livery kota, saya berharap bus ini akan bertempur habis-habisan tapi entahlah sepertinya kurang bersemangat dan mudah kita tinggalkan. Madu Kismo bus yang jarang saya lihat dan kurang familiar dimata saya sudah berada didepan memberikan perlawanan dijalan sempit dengan goyangan maut dan tetap dipepet bus kami, tak berapa lama kemudian bus ini menyerah didaerah Batang, akhirnya kami beriringan dengan pemimpin rombongan yang mendominasi sejak dari awal, Rosin 384.
Awalnya saya anggap remeh Rosin ini, pengalaman pernah naik Rosalia Indah SE 375 rada lelet busnya dan sampai Ngawi kesiangan. Satu lawan satu dengan Rosin 384 tak membuat gentar sopir kami ini, beberapa kali sempat hampir sejajar tapi tetap saja tak bisa mendahului, Bahkan bus kami beberapa kali harus terjebak dibelakang bokong truk untuk mengejarnya dalam kondisi zig-zag. Habis-habisan sepertinya usaha bus kami untuk mengejarnya, jalan lega jelang Alas Roban juga tak mampu membuat kami mendahuluinya, dan akhirnya pertarungan harus berakhir karena kami harus berpisah jalan, Rosin lurus (sepertinya jurusan Merak-Surabaya) dan kami belok kanan menuju Kendal, haripun sudah menjelang subuh.
Menyaksikan Opera Pantura ternyata membuat mata lelah, saya pun tertidur lagi dan bangun telah sampai di daerah Demak dengan jalan rusak berlubang, sopir pinggir kembali pegang kendali. Perbaikan pengecoran jalan harus memaksa kendaraan antre karena hanya satu lajur yang dapat digunakan. Bus kembali berjalan meliuk-liuk karena aktifitas warga mulai padat, pasar sebagai penggerak ekonomi lokal mulai menggeliat. Meliuk, bergelombang dan sebagian rusak itulah perjalanan dari Purwodadi-Ngawen-Blora, sopir pinggir terkesan tangguh dijalan sempit melewati dominasi pengendara motor dan truk, dominasi pemandangan hutan, sawah, tunggak jati (akar batang pohon jati untuk dijadikan ukiran) terlihat disamping kanan-kiri. Melewati rimbun hutan jati Jalan Raya Blora-Cepu bus belok ke kanan arah Jalan Bypass dan masuk Cepu Kota Minyak. Tepat Pukul 09.00 bus Haryanto HR-64 masuk Terminal Cepu, diluar jendela kaca terlihat kawanku telah menunggu
Comments
Post a Comment